Indonesia memiliki banyak sekali tujuan wisata populer. Ada yang menawarkan hamparan pasir putih dan air laut biru yang luar biasa indah. Ada pula yang menawarkan gunung-gunung tinggi menjulang dengan kenampakan alam di luar imajinasi manusia. Namun jika anda ingin berkunjung ke tempat yang memiliki bangunan ikonik, maka Jam Gadang yang ada di pusat kota Bukittinggi, Sumatera Barat adalah pilihan sangat tepat.
Berdiri di atas tanah seluas 52 meter persegi, menara jam kebanggaan masyarakat Bukittinggi ini punya tinggi mencapai 26 meter. Karena sangat besar, tak heran jika akhirnya disebut sebagai Jam Gadang. Dalam bahasa Minang, kata gadang sendiri memang bermakna besar. Keempat bagian sisi dari menara ini memiliki diameter 80 cm dan didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda. Karena memiliki jam di seluruh sisinya, anda bisa melihat waktu yang ditunjukkan dari arah manapun.
Untuk bisa menikmati indahnya Jam Gadang, anda harus menuju provinsi Sumatera Barat dulu. Jika menggunakan jalur udara, maka bisa mendarat di Bandara Internasional Minangkabau lalu menggunakan taksi atau mobil travel untuk mencapai lokasi. Jika langsung menggunakan jalur darat, anda bisa mengakses Bukittinggi entah dari Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu bahkan pulau Jawa.
Cerita Berdirinya Jam Gadang
Sejarah mencatat jika Jam Gadang selesai dibangun pada tahun 1926. Pembangunannya sendiri merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker yang saat itu menjabat sebagai Contoleur Fort de Kock di masa pemerintahan Hindia Belanda. Menghabiskan biaya 3.000 gulden (sekitar Rp 22,6 juta saat ini), anggarannya kala itu bisa disebut sangat fantastis. Sehingga pembangunan monumen yang jadi titik nol Bukittinggi ini langsung jadi pusat perhatian.
Dengan proses peletakkan batu pertama oleh putra sulung Maker yang masih berusia enam tahun, Yazid Abidin Rajo Mangkuto dipilih sebagai arsitektur Jam Gadang. Yang istimewa, monumen ini dibangun tanpa menggunakan besi penyangga dan adukan semen. Di mana campurannya hanyalah kapur, putih telur dan pasir putih. Di awal berdirinya, bagian atap jam ini berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur. Lalu saat masa kependudukan Jepang, atapnya diubah menjadi bentuk pagoda. Dan saat Indonesia merdeka di tahun 1945, atap menaranya langsung diganti berbentuk gonjong atau atap rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang.
Bukan hanya bahan bangunannya yang istimewa, keempat buah jam di seluruh sisi Jam Gadang juga punya cerita tersendiri. Di mana keempat jam itu didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur di Padang. Keseluruhan jam itu digerakkan secara mekanik oleh mesin langka khusus menara jam yang hanya dibuat dua unit di dunia.Di mana mesin yang satunya digunakan oleh Big Ben, menara jam raksasa kebanggaan masyarakat London, Inggris.
Sistem yang bekerja pada mesin Jam Gadang ini beroperasi secara mekanik melalui dua bandul besar di lantai ketiga yang saling menyeimbangkan satu sama lainnya. Yang hebat, sistem ini mampu membuat jam terus berdetak selama bertahun-tahun lamanya tanpa sumber energi.
Seluruh angka pada jam dibuat dengan sistem penomoran Romawi. Namun jika anda memperhatikan, angka yang menunjukkan pukul empat ditulis dengan empat huruf I yakni IIII bukannya IV yang merupakan lambang angka empat Romawi.Jika anda memang memiliki kesempatan untuk berkunjung ke Bukittinggi, jangan lupa datang ke Jam Gadang ini.
**(images from lihat.co.id)