Janjang Saribu, Pesona Great Wall di Koto Gadang

Janjang Saribu, Pesona Great Wall di Koto Gadang

Kalau bicara mengenai wisata, Sumatera Barat, tentunya tak akan lepas dari Ngarai Sianok. Terbentang dari nagari Koto Gadang, ada banyak sekali obyek wisata alam yang bsia anda nikmati. Tentunya pemandangan lembah dengan bukit berdinding terjal dan kemiringan mencapai 90 derajat yang membentang di tubuh gunung Singgalang membuat sangat mempesona. Selain beberapa aliran sungai yang membelah lembah, salah satu lokasi favorit adalah Janjang Saribu.

Dalam bahasa Minang sendiri, Janjang Saribu berarti seribu anak tangga. Disebut demikian, karena ada banyak sekali jumlah tangga di sini meskipun tidak mencapai jumlah seribu buah. Jadi bisa dibilang kalau lokasi ini adalah deretan ratusan anak tangga di tebing Ngarai Sianok. Tak heran kalau akhirnya disebut sebagai miniatur Tembok Besar China alias Great Wall of China.

Untuk bisa menuju Janjang Saribu dari dasar Ngarai Sianok, anda bisa menuju Taman Panorama terlebih dahulu. Nanti akan ketemu pintu masuk Lobang Jepang dan gerbang janjang Koto Gadang. Kendati tak ada tarif resmi masuk ke tempat wisata yang sangat melatih otot kaki anda ini, pengunjung harus membayar dua ribu rupiah per orang kepada warga yang mengaku sebagai pemilik tanah.

Janjang Saribu Sebagai Jalan Pintas ke Bukittinggi

Memiliki total panjang 780 meter, sebetulnya Janjang Saribu dulunya hanyalah tempat yang terlupakan. Seringkali dianggap remeh orang, pemugaran pun dilakukan secara masif sehingga membuat ratusan anak tangga ini tampil makin cantik dengan lebar dua meter. Butuh waktu total 30 menit untuk berjalan dari ujung ke ujung, anda harus hati-hati karena di sepanjang lokasi ini sedikit curam.

Selain ratusan anak tangga, daya tarik Janjang Saribu adalah karena adanya tembok beton yang bentuknya memang menyerupai Tembok Besar China. Dan di pertengahan jalan, anda akan menemukan jembatan gantung yang sering disebut Jembatan Merah. Sejatinya, sejak zaman pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, perlintasan ini sudah ada dan diberi nama Janjang Batuang. Disebut demikian karena terbuat dari tanah yang ditopang oleh bambu. Sekedar informasi, bambu dalam bahasa Minang adalah batuang.

Sebelum dipugar seperti saat ini, Janjang Saribu digunakan warga setempat sebagai jalan pintas dari Koto Gadang ke Bukittinggi saat hendak mengambil pasir di sungai. Setelah dilirik jadi potensi wisata lokal, pemerintah Kabupaten Agam pun melakukan renovasi dan meresmikannya bersama Menkominfo Tifatul Sembiring pada tanggal 27 Januari 2013 silam. Tentu saja membayangkan masyarakat zaman dulu harus membawa pasir dari lembah sungai Koto Gadang ke Bukittinggi melewati tangga bambu, sangatlah sebuah perjuangan yang tidak mudah.

Saat anda sudah berada di puncak perlintasan ini, anda akan menemukan sebuah desa bernama Bukik Apik atau Bukit Apit. Di mana memang masyarakat Bukik Apik-lah yang memanfaatkan Janjang Saribu dalam kehidupan keseharian mereka. Saat berjalan di ratusan anak tangga ini, biarkan mata anda menikmati indahnya kenampakan alam Ngarai Sianok. Hanya saja di beberapa titik perlintasan ini terdapat vandalisme yakni coretan-coretan orang tak bertanggung jawab yang membuat keindahannya tercoreng.

Kini perlahan tapi pasti, pemugaran dan semakin bertambahnya fasilitas dilakukan untuk membuat Janjang Saribu populer di kalangan wisatawan. Semoga saja pesona Tembok Besar di Koto Gadang ini setidaknya bisa bersaing dengan Ngarai Sianok, Lobang Jepang, Benteng Fort de Kock, Kebun Binatang Bukitttinggi atau The Great Wall of China sendiri. Tetap semangat!

**(images from sidomi.com)

Lobang Jepang, Terowongan Sejarah di Bawah Kota Bukittinggi

Lobang Jepang, Terowongan Sejarah di Bawah Kota Bukittinggi

Meskipun bukan merupakan ibukota provinsi dan termasuk kota kecil, keberadaan Bukittinggi sangatlah penting bagi Sumatera Barat. Memiliki banyak sekali sektor wisata yang diandalkan, Bukittinggi mampu menggerakkan roda ekonomi sangat cepat hanya dengan wisatanya. Dan di bawah hingar bingar kota, Bukittinggi menyimpang terowongan sejarah yang lazim dikenal sebagai Lobang Jepang.

Bersemayam sekitar 60 meter di bawah permukaan kota Bukittinggi, terowongan yang dibangun oleh pemerintah Jepang itu memiliki panjang enam kilometer. Dibuka untuk umum sebagai lokasi wisata, hanya total panjang 1,5 kilometer Lobang Jepangyang bisa dinikmati dengan alasan oksigen dan kemungkinan tersasar. Untuk bisa masuk ke tempat yang jadi saksi sejarah ini anda bisa menuju Taman Panorama dan di jalan raya sebelum Ngarai Sianok.

Adanya Lobang Jepang di bawah Bukittinggi, disebut salah satu pemandu wisata seperti dilansir Kompas, adalah alasan tak ada bangunan tinggi di permukaan. Satu-satunya bangunan tinggi di Bukittinggi hanyalah Jam Gadang karena ditakutkan fondasi terlalu tinggi akan bisa ambruk. Namun lepas dari penampilannya yang menarik hati, bunker ini memiliki cerita sejarah yang suram.

Sejarah Suram Lobang Jepang

Sebelum jadi obyek wisata sejarah favorit di Bukittinggi pada tahun 1984, Lobang Jepangadalah terowongan perlindungan yang dibangun tentara kependudukan Jepang sekitar tahun 1942. Pembangunan terowongan yang konon bisa mengarah sampai Jam Gadang ini sangat misterius. Generasi yang hidup di tahun 1950-an tak ada yang tahu mengenai pembangunannya. Sejarah hanya mencatat kalau bunker ini dibangun selama tiga tahun dan dilakukan di malam hari oleh ribuan pekerja paksa (Romusha) yang rata-rata berasal dari Jawa.

Dalam pembangunannya dulu, tujuan utama bunker ini adalah sebagai tempat penyimpanan perbekalan dan peralatan perang tentara Jepang. Dengan jalur hanya selebar dua meter, diyakini ada 21 lorong dengan ruangan-ruangan khusus terdapat di dalam Lobang Jepangseperti ruang pengintaian, penyergapan, gudang senjata, penjara, kamar komando hingga dapur pembantaian.

Hanya membutuhkan waktu paling lama 20 menit untuk menyelusuri seluruh Lobang Jepang hingga bagian ujung. Anda akan melewati dapur pembantaian di sebelah penjara yang punya kesan menyeramkan.Dapur pembantaian ini diyakini sebagai tempat memotong-motong tahanan yang sudah tewas sebelum dibuang ke lubang air supaya jasadnya sulit ditemukan. Penjara yang sudah ditutup juga pernah berfungsi menahan para perempuan pribumi untuk dijadikan budak seks Jepang. Tak diberi makan berhari-hari, para perempuan malang itu banyak yang tewas sehingga aura mistis makin kental.

Untuk bisa masuk ke dalam Lobang Jepang, anda harus melewati tangga sedalam 64 meter. Dibuat atas instruksi Letjen Moritake Tanabe selaku Panglima Divisi ke-25 Angkatan Darat Balatentara Jepang, terowongan ini sangatlah kokoh. Diyakini mampu menahan letusan bom seberat 500 kg, kekuatannya pun terbukti saat gempa mengguncang Sumatera  Barat di tahun 2009, struktur terowongan sama sekali tidak rusak.

Ketika ditemukan pertama kali pada tahun 1950, pintu Lobang Jepang hanya 20 cm dengan kedalaman 64 meter. Setelah dikelola dan jadi tempat wisata, bagian mulut terowongan dikeruk agar semakin tinggi. Bahkan kini  bentuk lobang sudah tak lagi asli karena bagian dinding yang telah disemen, bagian atas ditutup batu konblok hingga adanya pencahayaan lampu listrik. Belum lagi tindakan vandalisme seperti coretan di dinding oleh pengunjung tak bertanggung jawab semakin membuat bunker bersejarah ini kehilangan kesan suram.

**(Images from from Dream.co.id)

Menikmati Uniknya Danau Bermuka Dua, Tarusan Kamang

Menikmati Uniknya Danau Bermuka Dua, Tarusan Kamang

Kawasan Bukittinggi dan sekitarnya sepertinya menyimpan banyak sekali keindahan bumi yang begitu eksotis. Berbagai panorama alam yang ditawarkan seolah membawa siapapun meminjakkan kaki di kepingan surga. Selain keindahan Ngarai Sianok yang tersohor itu, ada sebuah kawasan wisata dengan fenoma ajaib di ranah Buya Hamka ini. Tempat itu adalah danau Tarusan Kamang.

Dibandingkan dengan danau Maninjau, Tarusan Kamang memang bisa dibilang masih kalah pamor. Namun danau yang berlokasi di Jorong Babukek, nagari Kamang, kecamatan Kamang Magek, kabupaten Agam di Sumatera Barat ini menawarkan pemandangan spektakuler. Di maan danau ini dijuluki bermuka dua karena punya keunikan permukaan air yang kadang muncul, kadang menghilang. Tak heran jika daya tariknya yang misterius begitu membuat wisatawan penasaran.

Untuk bisa berkunjung ke danau Tarusan Kamang, anda harus menempuh jarak sekitar 20 kilometer dari pusat kota Bukittinggi. Hanya membutuhkan perjalanan 20 hingga 30 menit menggunakan kendaraan bermotor. Lantaran belum dikelola secara resmi oleh pemerintah daerah hingga di tahun 2016, pengunjung hanya perlu membayar biaya parkir kendaraan saja.  Dikenalnya danau bermuka dua ini tak lain karena jepretan seniman fotografer asal Bukittinggi, Erison J Kambari tahun 2012 yang mengabadikan fenomena saat permukaan danau penuh berisi air dan tidak.

Misteri Pasang Surut Air Danau Tarusan Kamang

Rasa penasaran pengunjung memang mayoritas disebabkan oleh danau yang airnya tiba-tiba penuh terisi dan bisa hilang secara tiba-tiba. Banyak ahli geologi yang diundang untuk meneliti Tarusan Kamang. Hingga akhirnya Profesor Handang Bachtiar melakukan penelitian dan menemukan fakta jika danau ini terletak tepat di zona patahan Sumatera bagian timur. Masuk dalam tipe danau karst, danau ini memang terbentuk karena pengikisan batu kapur oleh air. Menghilangnya air danau ke dalam perut bumi dan kembali muncul di celah padang rumput yang hijau memang belum bisa diprediksi dengan tepat.

Namun sebagai danau karst, air tanah yang naik lewat lorong-lorong di bawah bukit batu kapur memang langsung menyembur sehingga menutup padang rumput dan menjadi danau.  Dan saat air sungai bawah tanah turun, air yang ada di permukan Tarusan Kamang akan tersedot mengering. Berada di kaki Bukit Barisan, batuan kapur yang ada di danau ini diprediksi sudah berusia ratusan abad dan memiliki kandungan mineral COCA 2. Diperkirakan kalau danau purba ini sudah ada sejak 70 ribu tahun silam. Sementara itu, perbukitan karst di danau ini diprediksi sudah ada sejak 400-300 juta tahun lalu sehingga pepohonan yang ada, tumbuh sangat subur.

Dari pengakuan warga setempat, danau Tarusan Kamang bisa mengering dan menjadi padang rumput selama lima bulan hingga dua tahun. Namun saat danau terisi air, akan terdengar suara mirip air mendidih. Bukan hanya fenomena dua muka yang membuat danau ini menarik, anda juga akan terpesona dengan pemandangan alam yang luar biasa indah. Ada tambak ikan milik warga, pengembala kerbau hingga rakit-rakit kecil sebagai sarana transportasi masyarakat lokal Agam.

Perlahan tapi pasti, pesona danau bermuka dua inipun mulai makin populer. Berterima kasih kepada generasi milenial dan Z yang sering mengunggah foto perbedaan danau Tarusan Kamang di media sosial, sehingga makin membuat banyak orang penasaran. Hanya saja saat anda datang ke tempat ini, usahakan sebisa mungkin untuk menjaga kebersihaan agar tetap terlihat hijau dan indah.

** (Images from wisatasumbar.net)

Pesona Ngarai Sianok, Indahnya Lembah Pahatan Tuhan di Bukittinggi

Pesona Ngarai Sianok, Indahnya Lembah Pahatan Tuhan di Bukittinggi

Sudah sejak lama dikenal jika pulau Sumatera adalah dataran dengan keindahan alam yang mempesona. Terbentang dari ujung pulau Weh hingga Kalianda, hampir seluruh provinsi Sumatera menampilkan panorama luar biasa. Jajaran Bukit Barisan dengan titik tertingginya gunung Kerinci adalah salah satu yang membuat Sumatera sangat fantastis. Dan dari hamparan pegunungan, perbukitan dan lembah, Ngarai Sianok muncul dengan sejuta pesonanya.

Terletak di perbatasan kota Bukittinggi, tepatnya di kecamatan IV Koto, kabupaten Agam, lembah ini memanjang dan berkelok sebagai garis batas kota mulai selatan nagari Koto Gadang sampai nagari Sianok Anam Suku dan berakhir di kecamatan Palupuh. Ngarai Sianok membentang sepanjang 15 kilometer dengan lebar sekitar 200 meter dan jurang sedalam 100 meter.

Menjadi lembah indah sekaligus bagian gunung Singgalang, tak heran kalau Ngarai Sianok adalah salah satu ikon wisata Bukittinggi dan Sumatera Barat pada umumnya. Dialiri Batang Sianok yang berarti sungai jernih, akhirnya lembah alias ngarai ini dinamakan Ngarai Sianok. Anda bisa mencoba mengarungi lembah ini dengan kano atau kayak melalui organisasi olahraga air Qurays. Dibutuhkan waktu 3,5 jam untuk melintasi rute dari desa Lambah hingga desa Sitingkai Batang Palupuh.

Asal Usul Lembah Indah Ngarai Sianok

Memiliki kenampakan alam yang penuh pesona, rupanya Ngarai Sianok menyimpan potensi geologi yang mencekam. Sekedar informasi, ngarai ini adalah bagian dari patahan yang memisahkan pulau Sumatera menjadi dua bagian memanjang yang disebut patahan Semangko dari Aceh hingga teluk Semangka di Lampung. Patahan permukaan bumi ini membentuk dinding yang curam hingga tegak lurus dan hamparan lembah hijau luar biasa yang disebut pegunungan Bukit Barisan. Proses terbentuknya ini merupakan hasil dari gerakan penurunan kulit bumi (Sinklinal).

Tak heran kalau akhirnya Ngarai Sianok merupakan wujud paling nyata adanya aktivitas pergerakan lempengan bumi (tektonik) di pulau Sumatera. Diyakini kalau setiap gempa besar yang melanda Sumatera Barat, maka akan memberikan pengaruh pada ngarai indah ini. Pada masa pemerintah kolonial Belanda, lembah ini dikenal dengan nama Kerbau Sanget karena dulu ada banyak kerbau liar hidup bebas.

Lantaran masih berupa penampakan alam yang sangat alami, anda akan menemukan berbagai flora dan fauna langka di sepanjang tepian Ngarai Sianok. Beberapa tumbuhan seperti Rafflesia dan obat-obatan bisa terlihat selain hewan-hewan yang dilindungi seperti monyet ekor panjang, siamang, simpai, rusa, babi hutan, macan tutul hingga tapir. Untuk itu jika anda punya waktu menelusuri keindahan lembah luar biasa ini, akan menganggapnya seperti surga pulau Sumatera yang dihuni banyak makhluk istimewa dan terlindungi.

 

Kalau anda menikmati Ngarai Sianok dari Taman Panorama yang hanya berjarak 1 km dari pusat kota Bukittinggi, maka akan tampak benar-benar istimewa. Waktu kunjungan terfavorit adalah saat matahari terbenam dan tenggelam yang memang menampilkan keindahan menakjubkan di mana matahari muncul dan hilang dari celah-celah lereng ngarai yang sangat menyilaukan.

Lepas dari keindahannya yang begitu luar biasa, banyak warga setempat yang meyakini kalau Ngarai Sianok juga menyimpan aura mistis. Hal itu tak lain karena keberadaan Lobang Jepang di dekatnya sebagai lokasi penyiksaan. Warga setempat mengaku sering mendengar jeritan minta tolong hingga penampakan orang tanpa kepala. Beberapa turis yang mendatangi ngarai juga mengaku sering melihat sosok hantu kuntilanak hingga pocong. Meskipun belum terbukti kebenarannya, lokasi wisata ini wajib anda kunjungi jika ke Bukittinggi.

Jam Gadang, Ikon Wisata Kebanggaan Bukittinggi

Jam Gadang, Ikon Wisata Kebanggaan Bukittinggi

Indonesia memiliki banyak sekali tujuan wisata populer. Ada yang menawarkan hamparan pasir putih dan air laut biru yang luar biasa indah. Ada pula yang menawarkan gunung-gunung tinggi menjulang dengan kenampakan alam di luar imajinasi manusia. Namun jika anda ingin berkunjung ke tempat yang memiliki bangunan ikonik, maka Jam Gadang yang ada di pusat kota Bukittinggi, Sumatera Barat adalah pilihan sangat tepat.

Berdiri di atas tanah seluas 52 meter persegi, menara jam kebanggaan masyarakat Bukittinggi ini punya tinggi mencapai 26 meter. Karena sangat besar, tak heran jika akhirnya disebut sebagai Jam Gadang. Dalam bahasa Minang, kata gadang sendiri memang bermakna besar. Keempat bagian sisi dari menara ini memiliki diameter 80 cm dan didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda. Karena memiliki jam di seluruh sisinya, anda bisa melihat waktu yang ditunjukkan dari arah manapun.

Untuk bisa menikmati indahnya Jam Gadang, anda harus menuju provinsi Sumatera Barat dulu. Jika menggunakan jalur udara, maka bisa mendarat di Bandara Internasional Minangkabau lalu menggunakan taksi atau mobil travel untuk mencapai lokasi. Jika langsung menggunakan jalur darat, anda bisa mengakses Bukittinggi entah dari Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu bahkan pulau Jawa.

Cerita Berdirinya Jam Gadang

Sejarah mencatat jika Jam Gadang selesai dibangun pada tahun 1926. Pembangunannya sendiri merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker yang saat itu menjabat sebagai Contoleur Fort de Kock di masa pemerintahan Hindia Belanda. Menghabiskan biaya 3.000 gulden (sekitar Rp 22,6 juta saat ini), anggarannya kala itu bisa disebut sangat fantastis. Sehingga pembangunan monumen yang jadi titik nol Bukittinggi ini langsung jadi pusat perhatian.

Dengan proses peletakkan batu pertama oleh putra sulung Maker yang masih berusia enam tahun, Yazid Abidin Rajo Mangkuto dipilih sebagai arsitektur Jam Gadang. Yang istimewa, monumen ini dibangun tanpa menggunakan besi penyangga dan adukan semen. Di mana campurannya hanyalah kapur, putih telur dan pasir putih. Di awal berdirinya, bagian atap jam ini berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur. Lalu saat masa kependudukan Jepang, atapnya diubah menjadi bentuk pagoda. Dan saat Indonesia merdeka di tahun 1945, atap menaranya langsung diganti berbentuk gonjong atau atap rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang.

Bukan hanya bahan bangunannya yang istimewa, keempat buah jam di seluruh sisi Jam Gadang juga punya cerita tersendiri. Di mana keempat jam itu didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur di Padang. Keseluruhan jam itu digerakkan secara mekanik oleh mesin langka khusus menara jam yang hanya dibuat dua unit di dunia.Di mana mesin yang satunya digunakan oleh Big Ben, menara jam raksasa kebanggaan masyarakat London, Inggris.

Sistem yang bekerja pada mesin Jam Gadang ini beroperasi secara mekanik melalui dua bandul besar di lantai ketiga yang saling menyeimbangkan satu sama lainnya. Yang hebat, sistem ini mampu membuat jam terus berdetak selama bertahun-tahun lamanya tanpa sumber energi.

Seluruh angka pada jam dibuat dengan sistem penomoran Romawi. Namun jika anda memperhatikan, angka yang menunjukkan pukul empat ditulis dengan empat huruf I yakni IIII bukannya IV yang merupakan lambang angka empat Romawi.Jika anda memang memiliki kesempatan untuk berkunjung ke Bukittinggi, jangan lupa datang ke Jam Gadang ini.

**(images from lihat.co.id)